Pembacaan ‘Ho-ling’ Sebagai “Walaing” atau “walain” oleh LC Damais, Menjadi Kunci Penentuan Letak Ho-ling di Pulau Sulawesi

 L-C. Damais dengan pendekatan fonetis yang dapat dipertanggungjawabkan mengidentifikasi Ho-ling sebagai transkripsi dari bentuk “Walaing” atau “Walain” (L-C. Damais. La transcription chinoise Ho-ling comme designation de Java. Bulletin de l’Ecole francaise d’Extreme-Orient  Annee 1964  52-1  pp. 93-141 ). 

Walaing faktanya memang sering disebutkan sebagai nama tempat di dalam berbagai prasasti. Di dalam prasasti mana saja nama Walaing ditemukan dapat dilihat dalam karya Damais, “Repertoire Onomastique de I’Epigraphie Javanaise (jusqu’a Pu Sindok Sri Isanawikrama Dharmamotunggadewa)”, BEFEO, tome LXVI, 1970, s.v. walaing.

Dalam artikel La transcription chinoise Ho-ling comme designation de Java dari halaman 93 hingga 141 L-C. Damais secara panjang lebar mengurai bagaimana kata ho-ling mesti di baca “Walaing” atau “Walain“, yang sebenarnya, Dalam bahasa Indonesia hal ini mudah kita temukan padanannya.

Untuk huruf o pada kata ‘ho-ling’ kita ketahui ada banyak kata di dalam bahasa Indonesia (terutama pada bahasa Jawa) yang memperlihatkan bahwa huruf a sering kali dibaca o, dan sebaliknya.

Untuk huruf h pada kata ‘ho-ling’ padanan kasus fonetisnya, dapat kita lihat pada kata Tuhan dan tuan – yang oleh bapak Remy Sylado telah dijelaskan dalam artikelnya di harian Kompas, 11 Oktober 2002, bahwa kata Tuhan berasal dari kata Tuan.

Jika kita jeli mencermati, kita dapat melihat bahwa pada penyebutan kata ‘tuan‘, antara suku kata tu dan an ada fonetis w. Jadi secara fonetis tuan dapat ditulis menjadi tuwan.

Demikianlah, kasus fonetis tuwan menjadi tuhan yang menunjukkan perubahan fonetis w menjadi h, persis sama kasusnya dengan ho-ling menjadi waling atau walaing.

Berikut ini bentuk perubahan fonetis dan contoh yang diberikan L_C. Damais dalam artikel La transcription chinoise Ho-ling comme designation de Java

Dalam artikelnya, L_C. Damais menjadikan pembacaan tou-ho-lo-po-ti menjadi dwarawati sebagai contoh. Selanjutnya, ia juga menunjukkan beberapa perubahan fonetis yang mungkin terjadi pada pembacaan holing. (lihat makalah L_C. Damais di sini Bulletin de l’École française d’Extrême-Orient)

Demikianlah, melanjutkan Hipotesis L-C. Damais, saya mengidentifikasi nama “Walaing” atau “Walain” yang dimaksud, merujuk pada wilayah Walenrang di Luwu, Sulawesi selatan. Berikut ini rincian dari kata walain-rang (walengrang)

walain atau “walaing” : sangat mungkin bentuk lain dari wara, atau warana, atau barana, yang dalam bahasa tae bermakna sebagai “pusat/ tempat yang suci/ tempat yang dikeramatkan”.

Hipotesis Ini Buktikan Kerajaan Ho-ling Terletak di Sulawesi

Dalam kesempatan ini, saya ingin menjabarkan suatu hasil upaya identifikasi berita dari kronik Cina (terutama dari masa dinasti Tang) tentang kerajaan Ho-ling, yang menunjukkan keidentikan dengan berbagai hal yang terdapat di pulau Sulawesi. 

Upaya identifikasi tersebut meliputi tinjauan kebiasaan masyarakat Ho-ling yang dikabarkan dalam kronik Cina (tinjauan antropologi), toponim atau penamaan wilayah (tinjauan linguistik), keunikan kawasan atau wilayah tertentu (tinjauan geografis) hingga penyebutan nama penguasa yang identik nama Raja/Datu dalam silsilah kedatuan Luwu, yakni: Simpurusiang dan Tampa Balusu (genealogi).

Menurut catatan Chiu T’ang shu (197: 3a) atau Old Tang History, Ho-ling terletak di sebuah pulau di selatan. Menurut Hsin Tang shu (222C: 3b) atau New Tang History, Ho-ling terletak di laut selatan menghadap Po-li di timur dan to-p’o-teng di barat. Kedua teks tersebut menyamakan Ho-ling dengan She-po.

Hirth dan Rockhill (Chao Ju-kua, p. 60) menyimpulkan bahwa Ho-ling adalah Jawa bagian barat dan mengusulkan bahwa nama itu adalah transkripsi dari Kalinga di India, dari mana para pemukim Hindu di Jawa sebagian besar dianggap berasal.

Namun, Gerini menempatkan negara itu di Semenanjung Melayu, sementara Schafer dalam “The Golden Peaches of Samarkand (p. 67) menyebutnya Kalinga dan menganggapnya sebagai sebuah negara di Jawa.

Hans Bielenstein (2005) dalam bukunya Diplomacy and Trade in the Chinese World, 589-1276, mengatakan Mungkin saja K’o-ling (Ho-ling) ada di Jawa, yang dalam hal ini adalah pendahulu She-po. 

Namun, catatan menunjukkan bahwa periode mereka tumpang tindih. Pelliot mencatat pengiriman utusan dari Ho-ling ke Tiongkok terjadi pada tahun 640 sampai 648, 666, 767, 768, 813, sampai 815 dan 818. Selama masa itu, tidak ada penyebutan nama She-po.

Kronik Cina dari zaman dinasti Sung Awal (420-470 M) ada menyebut nama She-po, yang berarti muncul sebelum masa pencatatan Ho-ling, lalu muncul kembali pada tahun 820 sampai tahun 856 M, yakni setelah nama Ho-ling tidak disebutkan lagi. Hal ini menunjukkan bahwa utusan Ho-ling ataupun She-po dianggap sama oleh orang-orang Cina.

She-p’o: Menurut Sung shih (489: 15b) dan Wen-hsien t’ung-k’ao (332: 14b), terletak di laut selatan. Menurut Chao Ju-kua (1170–1228) seorang pemeriksa pabean di kota Quanzhou di Tiongkok pada masa Song akhir, She-po dapat dicapai dari Chuan-chou (Quanzhou) setelah perjalanan laut sekitar sebulan.

Sejarawan pada umumnya menganggap She-po adalah sebutan untuk Jawa, namun demikian, terdapat pula pendapat bahwa She-po yang dalam catatan Arab disebut Zabaj, adalah suatu tempat di Sumatera, Semenanjung Melayu, Kalimantan, dan Nusantara secara umum. Sehingga dapat dikatakan bahwa letak Ho-ling atau She-po pada dasarnya masih menjadi bahan perdebatan di antara para sarjana.

Slamet Muljana misalnya dalam buku Sriwijaya, mengatakan: Sudah terang bahwa pada zaman I-ts’ing, nama Jawa itu sudah dikenal di kerajaan Sriwijaya, karena pada piagam Kota Kapur yang dikeluarkan pada tahun 686 telah disebutkan bahwa “tentara Sriwijaya berangkat ke bhumi Jawa.” Tentunya I-Ts’ing juga mengenal piagam tersebut, setidak-tidaknya pernah mendengar nama Jawa, karena ia lama menetap di Sriwijaya. Lagi pula ia adalah orang yang mengagumi Fa-hien, padahal Fa-hien yang berangkat dari Tiongkok pada tahun 414 telah menyebut Jawadi, dan pada zaman dinasti Sung yang pertama (420-578), telah disebut pula nama Yawada; maksudnya Yawaswipa. 

Suatu kenyataan ialah bahwa I-Tsing menyebut Ho-ling. Andaikata yang dimaksud oleh I-Tsing adalah Jawa, pasti ia akan berusaha mendeskripsikan nama Jawa itu dengan ucapan Tionghoa yang mirip. Demikianlah, mungkin sekali bahwa yang dimaksud dengan Ho-ling itu memang bukan pulau Jawa.

Mengkaji Sebutan “Luwu” dalam Zhu Fan Zhi (Abad 13 M)

Halaman dari Zhu fan zhi (Sumber: Wikipedia.org)

Zhu Fan Zhi adalah catatan dari Dinasti Song yang disusun pada sekitar abad ketigabelas oleh Zhao Rukuo (1170-1231).

Zhao Rukuo atau Zhao Rushi, atau yang lebih umum ditulis sebagai Chau Ju-Kua, adalah anggota klan kekaisaran Dinasti Song. Ia ditugaskan di Fujian sebagai pengawas perdagangan maritim di Quanzhaou (A History of Chinese Science and Technology, Volume 2 edited by Yongxiang Lu. 2015. hlm. 289).

Bekerja pada pos pabeanan memberinya kesempatan bertemu pedagang dari berbagai negara. Dari mereka inilah ia mengumpulkan informasi tentang berbagai negara di dunia. Dia juga mencatat berbagai produk yang diperdagangkan, mempelajari peta-peta periode itu, dan bersama dengan informasi yang dipelajarinya ia kemudian menulis buku yang ia selesaikan sekitar 1225 Masehi.

Banyak berita dalam Zhu Fan Zhi mengambil informasi dari karya-karya yang lebih tua, seperti buku Pingzhou Ketan yang disusun Zhu Yu antara tahun 1111-1117 M dan yang diterbitkannya pada tahun 1119 M (Needham, Volume 4, Part 3, 381. – Paul Cobb. The Lineaments of Islam: Studies in Honor of Fred McGraw Donner, 2014. hlm 460), buku Youyang Zazu atau Miscellaneous Morsels from Youyang yang disusun pada sekitar abad ke-9 oleh Duan Chengshi seorang penulis puisi dari dinasti Tang, dan terutama dari Ling-wai-tai-ta, yang ditulis tahun 1178 oleh penulis yang Chou Ch’u-fei.

Namun demikian, bagian penting dari buku Zhu Fan Zhi adalah informasi yang dikumpulkan Zhao dari para pedagang asing.

Buku Zhu Fan Zhi kemudian dialih bahasa ke dalam bahasa Inggris oleh Friedrich Hirth dan William W. Rockhill. Diterbitkan pada tahun 1911 dengan judul: “Chau Ju-kua: his work on the Chinese and Arab trade in the twelfth and thirteenth centuries, entitled Chu-fan-chi“.

Pada buku hasil terjemahan Hirth dan Rockhill kita dapat mengetahui bahwa Buku Zhu Fan Zhi terbagi dalam dua jilid. Volume pertama memberikan deskripsi tentang berbagai negara dan kebiasaan masyarakat setempat, volume kedua memberikan informasi tentang barang-barang perdagangan yang tersedia dari negara-negara tersebut.

berikut ini daftar isi buku Chau Ju-kua…

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri

Demikian informasi singkat mengenai buku Zhu Fan Zhi yang akan segera kita bahas beberapa informasi penting yang terdapat di dalamnya.