Dalam tulisan sebelumnya “Difusi Gagasan Dalam Mitologi Bangsa Matahari di Masa Kuno” telah saya ulas mengenai keterkaitan antara kata ‘dzuwa‘ yang dalam bahasa chichewa (bahasa orang Chewa, bagian dari etnis Bantu di Afrika) berarti “Matahari”, dengan Siwa yang dalam berbagai literasi kuno kadang dikaitkan dengan Dewa Surya atau Dewa Matahari, dan juga dengan berhala Suwwa yang disembah oleh kaum Nabi Nuh.
Lalu apakah keterkaitan ketiga nama itu (Dzuwa, Siwa dan Suwwa) juga ada kaitannya dengan Dewata Seuwae dalam tradisi Bugis kuno?
Saya pribadi melihat ada keterkaitan. Karena rasanya sulit untuk menampik kesamaan bentuk nama antara Suwwa’, Dzuwa , Siwa dan Seuwae. Walau demikian, biasanya pendapat semacam ini akan dengan segera disanggah keras oleh kalangan tertentu di Luwu/Bugis, karena mereka cenderung percaya bahwa yang dimaksud Dewata Seuwae adalah Tuhan Semesta Alam.
Yang menarik, pendapat yang menyatakan bahwa orang Bugis-Makassar dulu menyembah dewa matahari dan dewa bulan nyatanya telah muncul dikemukakan peneliti asing sejak abad ke-17, yaitu oleh Nicolas Gervaise dalam Description Historique du Royaume de Macacar (1688, pp. 154-156) yang kemudian kembali dikutip Pelras dalam Célèbes-sud avant l’Islam, selon les premiers témoignages étrangers (1981 : 169)
Dalam pernyataannya, Gervaise menggambarkan bahwa orang-orang Makassar zaman dahulu menyembah Dewa Matahari yang disembah pada waktu terbit dan terbenamnya, dan juga menyembah Dewa Bulan pada saat Bulan tampak pada malam hari.
Matahari dan Bulan diberi kedudukan yang penting pada hari-hari “kurban” (esso akkarobang) yang selalu ditetapkan pada waktu Bulan Purnama dan pada waktu Bulan mati, karena itu pada beberapa tempat yang sesuai disimpan lambang-lambang Matahari dan Bulan. Tempat ini dibuat dari tembikar, tembaga, bahkan juga dari emas.
Berikut ini capture catatan Gervaise dalam Description historique du royaume de Macaçar….
Tahun-tahun kedatangan Gervaise ke Makassar ini bisa dikatakan saat di mana kepercayaan dan kebiasaan hidup orang Bugis Makassar masih belum banyak berubah dengan kepercayaan dan kebiasaan hidup orang-orang di abad-abad sebelumnya.