Jejak 3 Putra dan 16 Cucu Nabi Nuh (Bagian 4)

Sam putra Nuh

Sam adalah putra nabi Nuh. Dia dianggap yang tertua karena dia selalu yang pertama disebut setiap kali Alkitab menyebutkan nama anak-anak Nuh.

Sam adalah ayah dari Elam, Asshur, Arphaxad, Lud, dan Aram.

Nama ‘Sam’ atau ‘Shem’ atau ‘Sem’ dalam bahasa Ibrani berarti: “Nama” (name); “Sebutan” (appellation).

Secara tinjauan ilmu fonetis, makna nama Sam menurut bahasa Ibrani ini, dapat kita lihat terkonfirmasi kebenarannya oleh kata ‘sanga’ dalam bahasa Tae (bahasa tradisional yang digunakan di Sulawesi Selatan).

Dalam bahasa Tae, sanga’ dapat berarti “nama” dapat pula berarti “kata atau sebutan” – tergantung dalam bentuk kalimat bagaimana kata tersebut digunakan.

Contoh kalimat pertama: apa na sanga? – artinya: apa katanya? (pada contoh kalimat ini “sanga” bermakna “kata”)

Contoh kedua: inda sanganna? – Artinya: siapa namanya? (pada contoh kalimat ini “sanga” bermakna “nama”). 

Hal yang senada sebenarnya juga dapat kita temukan dalam bahasa Inggris. Misalnya dalam kalimat “Name your price!” yang dapat bermakna: “sebutkan hargamu!” walaupun secara harfiah artinya adalah: name (nama); your price (hargamu). Ini fakta bahwa dalam bahasa Inggris pun, ‘nama’ dan ‘kata’ menunjukkan leksikon yang identik.

Lalu mengapa saya sebutkan “secara tinjauan ilmu fonetis” nama Sam identik dengan kata ‘sanga’ dalam bahasa Tae’?

Banyak literatur yang menunjukkan sosok Sam, dalam perjalanan waktu dimitologisasi sebagai dewa pelindung oleh bangsa-bangsa maritim di masa kuno. Ciri khas bahasa bangsa maritim adalah setiap suku kata berakhir dengan vokal, sebagaimana yang diungkap John Inglis (seorang misionaris asal Skotlandia yang melakukan perjalanan ke Vanuatu antara tahun 1850-1877).

Jadi, dalam bahasa bangsa maritim, nama Sam mestilah berbentuk ‘Sama’. Sebagai informasi tambahan, suku bangsa laut bajoe, menyebut diri mereka sebagai ‘orang sama’ karena mereka percaya adalah keturunan dari Sam bin Nuh. Ada pun sebutan ‘bajoe’ merupakan panggilan orang luar (outsider) kepada mereka.

Bentuk ‘sama‘ inilah yang dapat kita lihat mengalami perubahan fonetis dengan kata ‘sanga‘ dalam bahasa Tae. Yaitu pada fonetis m yang berubah menjadi ng.

Demikianlah, bisa dikatakan, hanya kata sanga‘ dalam bahasa Tae saja (bahasa yang masih digunakan di dunia modern) yang masih dapat mengkonfirmasi kebenaran makna nama Sam menurut bahasa Ibrani. Yang juga menyerupai adalah bentuk šumu dalam bahasa Akkadia kuno.

Jejak 3 Putra dan 16 Cucu Nabi Nuh (Bagian 3)

Tubal Putra Yafet

Tubal adalah putra kelima Yafet. Legenda Catalan menyatakan bahwa ia memiliki tiga orang putra, yaitu; Tarraho, Iber, dan Semptofail. 

Dalam sejarah, Tubal dikatakan sebagai nenek moyang orang Iberia Italia, Spanyol, dan Kaukasia. Orang Georgia modern berasal dari orang Iberia Kaukasia. Saat ini, orang Georgia mengklaim bahwa mereka berasal dari bangsa Tubal, Togarmah, dan Meshech.

Dalam sejarah yang ditulis tentang invasi kaum Muslimin di Spanyol , diceritakan bahwa Tubal membagi Iberia untuk tiga putranya. Bagian timur laut untuk Tarraho yang tertua, wilayah pantai di barat untuk putra kedua SemTofail, dan wilayah timur untuk Iber termuda.

Studi terbaru mengaitkan nama Tabal, Tobal, Jabal, dan Tibarenoj dengan Tubal. Orang Iberia yang terdiri dari orang Georgia yang tinggal di timur dan selatan Georgia dikatakan sebagai keturunan Tobal. Keturunan Tubal disebut Tibarenoi oleh orang Yunani, dan Tibareni oleh orang Romawi.

Iberia adalah istilah kolektif yang digunakan untuk mengidentifikasi negara-negara yang menempati bagian timur dan tenggara Semenanjung Iberia.

Di masa lalu, mereka mengamati stratifikasi sosial, urbanisasi, dan pengembangan metode pertanian. Mereka mengerjakan logam dan memperdagangkan logam seperti timah dan tembaga. Mereka aktif berdagang dengan negara-negara Mediterania.

Kedatangan bangsa Fenisia dan Yunani di Spanyol membawa pencampuran budaya dua negara yang kemudian menyebabkan hilangnya secara bertahap budaya Iberia kuno. Mereka kehilangan bahasa ibu mereka setelah mengadopsi bahasa Latin.

Bangsa Tubal: Migrasi

Sebagian besar fakta tentang sejarah Tubal berasal dari teks Asyur, tablet Kapadokia, dan prasasti Luwian. Menggunakan teks-teks ini bersama dengan bantuan catatan lama dan tulisan para sejarawan, ekspedisi Tubal dan keluarganya dilacak.

Diyakini bahwa Tubal dan keluarganya berasal dari sebuah negara di Asia Kecil bagian utara di sebelah tenggara Laut Hitam, khususnya di tanah tempat Turki sekarang berdiri. Setelah kedatangan para penakluk Asyur, Tubal dan rakyatnya bermigrasi ke negara lain.

Tibarenians terdaftar sebagai salah satu tentara kaisar Persia Xerxes. Bertahun-tahun kemudian, mereka dimasukkan dalam sejarah Yunani. Setelah itu, mereka terlihat di Semenanjung Iberia di Spanyol, Portugal, dan Andorra dan disebut sebagai Iberia Kaukasia oleh sejarawan Josephus. Orang-orang di kota terbesar dan ibu kota Georgia, Tblisi terkait erat dengan orang-orang Tubal.

Kemudian Iberia bergerak lebih jauh, menuju Rusia modern. Orang-orang Tobolsk, sebuah kota yang terletak di Rusia, dikatakan sangat terhubung dengan orang Iberia.

Mereka akhirnya menetap di tanah Siberia. Siberia adalah nama yang diberikan oleh Rusia untuk tempat yang telah mereka taklukkan di dalam Ural dan Pasifik terutama yang menunjuk ke kota Tobolsk.

Tubal dalam Alkitab

  • Kejadian 10:2. Tubal tercatat sebagai anak kelima Yafet.
  • Isaiah 66:19. Tubal sebagai salah satu bangsa yang belum pernah mendengar kemasyhuran Tuhan.
  • Yehezkiel 27:13. Tubal dan Meshech berdagang dengan Javan.
  • Yehezkiel 32:26. Tubal dikaitkan dengan Meshech.
  • Yehezkiel 38:2-3, 39:1. Tubal dan Meshech diperintah oleh Gog.

Jejak 3 Putra dan 16 Cucu Nabi Nuh (Bagian 2)

Javan Putra Yafet

Javan adalah putra keempat Yafet. Javan adalah istilah yang digunakan dalam Alkitab yang dianggap mengacu pada Yunani. Oleh karena itu,  banyak kalangan yang percaya bahwa Javan adalah bapak leluhur bangsa Yunani, terutama bangsa Ionia, salah satu bangsa Yunani pertama.

Javan disebut memiliki empat orang putra, yaitu; Elisa, Tarsis, Kittim , dan Dodanim (Kejadian 10:4).

Tarsis Putra Javan

Dari keempat orang putra Javan, nama Tarsis (Tarshish) bisa dikatakan yang “paling populer” banyak disebut dalam Alkitab. Namanya dikaitkan dengan nama bangsa Tarsis – yaitu bangsa yang di dalam Alkitab digambarkan sebagai sumber kekayaan terbesar Raja Sulaiman dalam hal logam – terutama perak, emas, timah, dan besi (Yehezkiel 27).

Tarsis juga digambarkan memiliki kapal dagang yang besar. Kitab 1 Raja-raja ( 1 Raja-raja 10:22), mencatat bahwa Raja Sulaiman memiliki “armada kapal Tarsis” di laut dengan armada sekutunya Raja Hiram dari Tirus. Dan bahwa “Setiap tiga tahun sekali armada kapal Tarsis datang membawa emas, perak, gading, kera, dan burung merak.” 

Sementara dalam 1 Raja-raja 22:48 dinyatakan bahwa “Yehosyafat membuat kapal-kapal Tarsis untuk pergi ke Ofir untuk mendapatkan emas, tetapi mereka tidak pergi, karena kapal-kapal itu karam di Ezion-geber.

Para komentator Alkitab menganggap bahwa “Kapal Tarsis” digunakan untuk menyebut kapal dagang besar yang ditujukan untuk perjalanan jauh ke mana pun tujuannya, dan beberapa terjemahan Alkitab, termasuk NIV (New International Version), memaknai kapal Tarsis sebagai “kapal dagang”.

Penentuan letak negeri bangsa Tarsis hingga hari ini masih kontroversi. Flavius ​​Josephus sejarawan Yahudi abad ke-1 M mengidentifikasinya sebagai kota Tarsus di selatan Asia Kecil (Turki).

Catatan Asyur dari masa pemerintahan Esarhadon (681–669 SM), berbunyi: “Semua raja dari tanah yang dikelilingi oleh laut – dari negara Iadanana dan Iaman, sejauh Tarsisi (Tarsis) – bersujud di kakiku.” Di sini, Tarsis jelas merupakan pulau besar, dan tidak bisa disamakan dengan Tarsus (Thompson dan Skaggs 2013).

Keberadaan Tarsis di Mediterania barat, bersama dengan kehadiran bangsa laut Fenisia di Mediterania barat sebelum sekitar 800 SM, telah dipertanyakan oleh beberapa sarjana di zaman modern, karena tidak ada bukti langsung. Kurangnya bukti kekayaan yang ditemukan di Israel dan Fenisia (wilayah Lebanon hari ini) selama pemerintahan Raja Sulaiman dan Hiram, mendorong beberapa sarjana untuk berpendapat bahwa periode arkeologi di prasejarah Mediterania antara 1200 dan 800 SM adalah ‘Zaman Kegelapan’.

Jejak 3 Putra dan 16 Cucu Nabi Nuh (Bagian 1)

Dalam banyak literatur disebutkan, Sem, Ham, dan Yafet, adalah putra nabi Nuh yang ikut dalam bahtera ketika banjir bah terjadi. Ketiga putra Nuh ini kemudian dikaruniai 16 putra.

Yafet memiliki 7 putra: Gomer, Magog, Madai, Javan, Tubal, Meshech, dan Tiras.

Ham memiliki 4 putra: Cush, Mizraim, Phut, dan Canaan.

Shem memiliki 5 putra: Elam, Asshur, Arpphaxed, Lud, dan Aram.

Keturanan dari 16 cucu nabi Nuh inilah yang kemudian menyebar ke seluruh belahan dunia dan merintis peradaban di tempat mereka bermukim.

Artikel ini mencoba mendokumentasikan jejak 3 anak nabi Nuh serta 16 cucunya, yang saya rangkum dari berbagai sumber.

Susunan artikel dimulai dari ulasan profil Yafet, lalu diikuti ulasan profil ketujuh orang Putranya – ulasan profil Hem, lalu diikuti ulasan profil keempat putranya – dan ulasan profil Sem, lalu diikuti ulasan profil kelima orang putranya.

Yafet Putra Nuh

Yafet, dari kata Ibrani yang berarti “pembesaran,” adalah salah satu putra Nuh bersama Sem dan Ham. Dia biasanya disebut sebagai Yafeth bin Nuh atau Japeth putra Nuh dalam catatan Arab.

Ia lahir ketika Nuh berusia lebih dari 500 tahun. Dan sering terdaftar sebagai yang terakhir di antara tiga putra Nuh (yaitu Sem, Ham, dan Yafet) yang membuat orang mengira dia adalah putra bungsu. Tetapi ada juga kasus di mana dia diperlakukan sebagai anak tertua.

Japheth diidentifikasi sebagai seorang filsuf yang penuh dengan pengetahuan dan bertanggung jawab untuk menyebarkan kecerdasan yang luas kepada umat manusia. Dia dan saudaranya Sem menunjukkan rasa hormat yang sangat besar kepada ayah mereka ketika mereka menutupi aurat Nuh saat dia sangat mabuk di dalam tendanya. Karena itu, Yapeth diberkati dengan memperluas wilayahnya dan diberi hak istimewa untuk tinggal di “tenda Sem”.

Di mana Yafet dan keturunannya tinggal?

Yapheth biasanya dianggap sebagai “Bapak Orang Eropa” dan “Bapak Ras Yaphetic” yang menyamakan bangsa Yaphetic dengan orang Eropa. Ia dikenal sebagai nenek moyang semua bangsa Indo-Eropa. Mayoritas keturunannya berada di wilayah barat laut seperti Anatolia dan Aegean. Namun, ada juga asumsi bahwa Yapheth adalah “Bapak Orang Asia atau Mongoloid.”

Setelah apa yang terjadi pada Menara Babel, ras Yaphetic pergi ke timur Eropa dan utara Asia. Frasa Alkitab yang menyatakan bahwa mereka bermigrasi ke “pulau-pulau bukan orang Yahudi” umumnya dianggap sebagai pulau-pulau Yunani tetapi beberapa menganggap bahwa itu merujuk pada pulau-pulau di Asia dan Kepulauan Pasifik. 

Putra Yapheth mulai berkembang biak di pegunungan Taurus dan Amanus Di selatan Turki). Kemudian mereka bergerak ke negeri-negeri yang sekarang masuk dalam kawasan Rusia, Mediterania, dan Asia. Sebagian kecil dari mereka tinggal di Eropa sampai penaklukan suku Shemite keturunan Sem) yang mendorong mereka ke wilayah utara. Segera setelah itu mereka dipaksa lebih jauh ke timur Asia ketika suku Shemite menyerbu dan menduduki seluruh Eropa Selatan.

Hantaman Meteor yang Mengakhiri Peradaban Timur Tengah

Sebuah Studi citra satelit di Irak selatan telah mengungkapkan depresi melingkar selebar dua mil yang menurut para ilmuwan memiliki semua ciri sebagai kawah tumbukan meteor. Hantaman meteor ini setara dengan ratusan bom nuklir, yang menimbulkan dampak kerusakan yang luar biasa dan bersifat sistemik, seperti menyebabkan gempa bumi, kekeringan akibat perubahan iklim, kebakaran, dll.

Menurut para ilmuwan, efek bencana yang ditimbulkan hantaman meteor itu dapat menjelaskan misteri mengapa begitu banyak budaya mengalami penurunan tiba-tiba di sekitar 2200 SM (4200 tahun yang lalu). 

Ditemukan Tidak Disengaja

Garis samar kawah ditemukan oleh Dr Sharad Master, seorang ahli geologi di Universitas Witwatersrand, Johannesburg, pada citra satelit wilayah Al Amarah.

Itu adalah penemuan yang murni tidak disengaja“, kata Dr Master kepada The Telegraph. “Saya sedang membaca artikel majalah tentang proyek pembangunan kanal Saddam Hussein, dan ada foto yang menunjukkan banyak formasi – yang salah satunya sangat sangat melingkar.” 

Analisis rinci dari citra satelit lain yang diambil sejak pertengahan 1980-an menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun kawah tersebut berisi sebuah danau kecil.

Pengeringan wilayah tersebut, sebagai bagian dari kampanye Saddam melawan Arab Rawa (penghuni rawa-rawa Tigris-Efrat di Irak selatan), telah menyebabkan danau surut, memperlihatkan punggungan seperti cincin di dalam cekungan seperti mangkuk besar – yang merupakan fitur lazim dari kawah yang terbentuk oleh tumbukan meteor. 

Menimbulkan Kekeringan Mendadak

Sebuah laporan penelitian yang lebih baru terkait peningkatan aktivitas debu yang tiba-tiba di Timur Tengah yang terjadi 4200 tahun yang lalu di sampaikan Stacy A. Carolin dkk, dalam makalah yang berjudul Precise timing of abrupt increase in dust activity in the Middle East coincident with 4.2 ka social change” [Proc Natl Acad Sci U S A. 2019 Jan 2; 116(1): 67–72.  – Published online 2018 Dec 24. doi: 10.1073/pnas.1808103115]

Dalam makalah tersebut, dijelaskan bahwa bukti paling menonjol untuk kejadian iklim yang tiba-tiba dan anomali di wilayah Timur Tengah pada 4,2 ka (4200 tahun lalu) ditemukan dalam dua catatan.

Yang pertama adalah catatan sedimen multiproxy dari Laut Merah utara yang menunjukkan kejadian kering mendadak yang dimulai pada 4,2 0,1 ka. 

Yang kedua adalah catatan inti sedimen dari Teluk Oman yang menunjukkan peningkatan mendadak dalam endapan debu bersumber Mesopotamia pada 4,1 0,1 ka. Pembaca yang tertarik membaca lebih jauh silahkan baca di sini.

Dalam artikel John Noble Wilford “Collapse of Earliest Known Empire Is Linked to Long, Harsh Drought”, disebutkan bahwa suatu tim arkeolog, geolog, dan ilmuwan tanah telah menemukan bukti yang tampaknya memecahkan misteri penyebab keruntuhan tiba-tiba kekaisaran Akkadia sekitar 4200 tahun lalu. 

Identifikasi Letak Makam Ratu Sima atau Simpurusiang

Ini adalah lanjutan dua artikel sebelumnya: Mengungkap Sosok Penguasa Dunia yang Diramalkan Sang Buddha dan Fakta Ratu Sima sebagai Penguasa Dunia yang Diramalkan Sang Buddha.

Sesuai judulnya, artikel ini mengungkap hipotesis mengenai letak makam Ratu Sima atau yang di Luwu lebih dikenal sebagai Simpurusiang.

Dengan metode seperti yang saya gunakan untuk melacak tempat berlabuhnya bahtera Nabi Nuh, yaitu meninjau nama gunung “judi” dalam aksara Cina (silahkan baca di sini: Ini Jawaban Misteri Bahtera Nabi Nuh), saya mencoba meninjau nama simpurusing, dan hasilnya sebagai berikut….

terjemahan nama simpurusiang menurut aksara cina (Dokpri)

SI bermakna “divisi/ departemen”, dapat pula dimaknai “bidang”, MA bermakna “kuda”,  PU bermakna “tepi sungai”, RU bermakna “susu”, SI bermakna “mati atau kematian”, dan AN bermakna “rahasia atau secara rahasia”.

Susunan hasil penerjemahan ini menjadi: “bidang – kuda – tepi sungai – susu – mati – secara rahasia”. Ini tentulah membutuhkan penafsiran lebih lanjut. Cukup lama saya merenung mencoba memecahkan kode ini, hingga suatu saat secara intuitif saya mendapat bentuk penafsirannya menjadi: “bidang tanah berbentuk kuda di tepi sungai ussu, kematian (kuburan) yang dirahasiakan”.

Saat mendapatkan bentuk penafsiran ini, saya cukup terkejut karena setelah membuka googlemap, ternyata bidang tanah yang berbentuk kuda memang terdapat di pinggiran sungai Ussu. Sungai ini berada di wilayah Balantang, Luwu Timur (selatan desa Manurung).

Bidang tanah berbentuk kuda di tepi sungai Ussu (sumber: googlemap)

Sebelumnya tak seorang pun masyarakat lokal yang menyadari Keberadaan bidang tanah yang berbentuk kuda ini. Mungkin dikarenakan bidang kuda ini cukup luas, mencapai beberapa ratus hektar. Jika diukur menggunakan Google earth, dari ujung kepala sampai ujung pantat kuda mencapai 1,6 km, sementara dari punggung hingga ujung kaki mencapai hampir 1 km. Jadi, agar dapat melihat bentuknya dengan jelas kita butuh berada di atas ketinggian beberapa ratus meter dari permukaan tanah.

Bukan Penerawangan Mistis

Perlu saya tekankan bahwa temuan ini sifatnya bukan penerawangan mistis, tapi melalui metode tinjauan bahasa, berawal dari keyakinan dasar saya bahwa bahasa dan aksara merupakan instrumen intelektual paling primordial yang digunakan manusia dalam mengembangkan peradaban. 

Hal ini yang mendorong saya beberapa tahun terakhir ini secara khusus mempelajari aksara dan bahasa dari empat wilayah di dunia yang membentuk dasar peradaban besar dunia, yaitu: India, Cina, Yunani dan Semitik. 

Hasilnya, saya menemukan fakta bahwa orang-orang zaman dahulu mengembangkan bentuk ungkapan idiom (perandaian) bukan saja sebagai komsumsi estetika, tapi tujuan utama sebenarnya adalah merekam pesan tertentu. 

Bentuk idiom itu lalu mereka rangkum (padatkan) lagi dalam bentuk aksara dan simbol. sehingga butuh pemahaman dan wawasan luas tentang “sejarah aksara” dan “bahasa utama” untuk memecahkan pesan tersebut.

Bisa dikatakan “angka dan aksara tertentu” merupakan medium penyimpanan mereka sekaligus merupakan kunci dari setiap teka-teki yang dimunculkan.

Oleh Roderick Bucknell dan Martin Stuart-Fox, metode ini dipopulerkan dengan sebutan “The Twilight Language” (bahasa senja) dari bentuk aslinya “Samdhya-bhasa” atau “sandha-bhasa“. 

Seperti yang dinyatakan Bucknell dan Stuart-Fox “Dalam tradisi Vajrayana, yang sekarang sebagian besar dipertahankan dalam sekte Tibet, telah lama diakui bahwa ajaran-ajaran penting tertentu diungkapkan dalam bentuk bahasa simbolik rahasia yang dikenal sebagai Samdhya-bhasa…” [Bucknell, Stuart-Fox (1986), p.vii ]

Sebagai bagian dari tradisi inisiasi esoterik, teks-teks yang berisi ajaran penting tertentu, tidak boleh digunakan oleh mereka yang tidak memiliki panduan yang berpengalaman. Dikatakan jika teks-teks tersebut tidak dapat dipahami tanpa komentar lisan khusus dari para guru Vajrayana yang berwenang. [Simmer-Brown (2002), p.169]

Saya cukup yakin jika metode semacam ini bukan hanya ada pada Vajrayana (tradisi buddha), tapi jauh sebelum munculnya ajaran Buddha, metode ini telah digunakan. Dapat dikatakan mereka yang mewarisi dan melestarikannya.

Pernyataan saya ini setidaknya dapat dilihat kebenarannya tersaji pada Hermeneutika Talmud yang memiliki aturan dan metode dalam penyelidikan dan penentuan yang tepat untuk makna ayat suci dalam Alkitab Ibrani. 

Aturan-aturan itu antara lain:

  • interpretasi huruf-huruf dalam sebuah kata sesuai dengan nilai numeriknya.
  • penafsiran suatu kata dengan membaginya menjadi dua kata atau lebih.
  • interpretasi sebuah kata menurut bentuk konsonannya atau menurut vokalisasinya.
  • interpretasi sebuah kata dengan mengubah huruf-hurufnya atau dengan mengubah vokalnya.

Dua poin terakhir adalah aturan/ metode yang paling sering saya gunakan, terutama untuk mencermati adanya kemungkinan aspek morfologi yang disebabkan perubahan fonetis.

Dalam tradisi tasawwuf Islam diyakini bahwa “ilmu huruf” ini adalah salah satu dari empat ilmu yang mutlak dimiliki Khatamul Auliyah.

***

Demikianlah, tiga seri artikel mengenai kisah kehidupan Ratu Sima.

Yang pembahasannya dimulai dari sosok dirinya sebagai orang yang telah dinubuatkan Sang Buddha, yang akan hadir menjadi penguasa dunia (Chakravartin).

Berlanjut ke pembahasan babak masa kecil dirinya yang penuh penderitaan.

Hingga akhirnya, takdir menuntunnya bertemu Patianjala Pangeran ksatria bangsa laut Bajou yang kemudian menjadi suaminya.

Dari titik ini, kecemerlangan hidupnya tidak lagi terbendung. Terutama ketika dia diboyong Patianjala ke negeri asal para dewa, Luwu, yang di sana ia kemudian diangkat sebagai ratu, dan menjadi cikal bakal berdirinya dinasti Sailendra.

Jika materi dalam ketiga artikel ini dirangkum, menjadi novel atau film, mungkin judul tepatnya adalah “THE RISE OF SIMA”.

Mengungkap Sosok Penguasa Dunia yang Diramalkan Sang Buddha

Sebuah ramalan yang diucapkan Buddha Sakyamuni (Siddhartha Gautama) mengatakan bahwa akan hadir seorang penguasa dunia atau Chakravartin perempuan yang akan memerintah Jambudvipa sebagai reinkarnasi Vimalaprabha. Ramalan tersebut terekam dalam Mahameghasutra (di Cina dikenal sebagai “Dayun jing”, dan oleh sejarawan hari ini dikenal dengan sebutan “The Great Cloud Sutra”).

Dalam agama di India, sebutan chakravartin diperuntukkan bagi seorang penakluk dan penguasa dunia ideal, yang memerintah secara etis dan penuh belas kasih atas seluruh dunia.

Sang Buddha meramalkan bahwa chakravartin tersebut adalah reinkarnasi Devi Vimalaprabha (yakni salah satu murid perempuan Buddha), dikenal dengan nama lain Devi Jingguang atau juga Yueguang tongzi.

Terkait hal ini, sebuah interpolasi apokrif dalam ratnameghasutra mengatakan bahwa Yueguang dinubuatkan akan dilahirkan kembali di negara China sebagai penguasa wanita yang kuat, yang akan memberkati rakyatnya dengan kebijaksanaan dan kebaikannya, dan membuat Agama Buddha berkembang baik secara spiritual maupun material. Setelah pemerintahan yang panjang dan damai dia akan dilahirkan kembali di surga Tusita dan bergabung dengan Maitreya.

Perikop kitab suci Tiongkok yang dianggap paling awal membahas tentang Bodhisatvva Yueguang Tongzi, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa sang Bodhisatvva akan hadir di Cina, dikutip dalam buku “Leyden Studies in Sinology” berikut ini kutipan tersebut…

Dicapture dari buku “Leyden Studies in Sinology” edited by W. L. Idema, hlm. 46-47 (Dokumen pribadi)

Sang Buddha mengatakan kepada Ananda bahwa: “Seribu tahun setelah Parinirvana (kematian) saya, ketika ajaran suci segera akan terputus, saat itulah Yueguang tongzi akan muncul di Cina untuk menjadi penguasa suci. Dia akan memperoleh Doktrin kanonik saya dan dengan hebat menghidupkan kembali transformasi keagamaan. Penduduk China serta negara-negara perbatasannya – yaitu penduduk Lob Nor, Udyana, Kucha, Kashgar, Ferghana dan Khotan, dan bahkan para Qiang caitiff dan kaum barbar Yi dan Di – semua akan memuliakan Sang Buddha dan mematuhi Ajarannya, dan di mana – mana (orang) akan menjadi bhiksu”

Interpretasi Kesamaan Adam, Fuxi, dan Batara Guru

Batara Guru dan We Nyili Timo

Batara Guru merupakan salah satu tokoh utama dalam kitab I La Galigo yang merupakan naskah berisi cerita mitologi Luwu atau Bugis kuno.

Dalam naskah tersebut diceritakan Batara Guru adalah anak dari Puang Patotoe (Dewata pencipta yang bersemayam di langit, dengan Istrinya, Datu Palinge).

Oleh Puang Patotoe, Batara Guru diperintahkan turun dan memerintah dunia tengah (bumi) yang masih kosong gelap gulita. 

Di dunia tengah, Batara Guru dinikahkan dengan We Nyili Timo putri dari penguasa dunia bawah (Guru Ri Selleng dan Istrinya Sinaungtoja yang merupakan adik kembar Sang Pencipta).

Berikut ini penggalan kisah Batara Guru / We Nyili Timo pada saat pertama kali dipertemukan di dunia tengah, yang diceritakan di dalam buku I La Galigo terjemahan R.A Kern. (R. A. Kern. I La Galigo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989 Hlm. 31-32)

“…kenaikan We Nyili’Timo terkatung-katung di atas ombak di depan Batara Guru. Seorang inang pengasuh mendesaknya agar ia sendiri berenang ke padanya, akan tetapi apabila hal itu dilakukan oleh Batara Guru, kenaikan We Nyili Timo bagaikan diterbangkan pergi oleh angin; dengan terperanjat dan bingung Batara Guru kembali ke pantai. Ia memandang berkeliling, dilihatnya mempelainya di sebelah timur; ia berenang pula kepadanya, tiga kali We Nyili Timo selalu menghilang. 

Ketika Batara Guru kembali ke pantai, ia berganti pakaian; yang dipakainya kini ialah pusakanya dari Sang Pencipta. Diambilnya sekapur sirih dari dalam cenrananya, lalu diucapkannya suatu mantera. Seketika laut menjadi kering, lalu pergilah ia sendirian mendapatkan We Nyili Timo ke tempatnya bersemayam.  

Akan tetapi sang putri menguraikan rambutnya yang panjang, lalu mengucapkan sebuah mantera. Maka seolah-olah kenaikannya ada yang menariknya pergi lalu tenggelam, orang tidak melihatnya lagi; akan tetapi dalam pada itu lautan pun bagaikan menyala dan We Nyili Timo seolah-olah seorang anak dewata yang turun ke bumi dalam usungannya. 

Orang-orang ware gemetar melihat api langit sedang mengamuk di tengah lautan. Batara Guru balik lagi dan menanti, dicampakkannya ikat kepalanya (yang berasal dari langit) ke dalam laut sambil mengucapkan suatu mantera hingga tiga kali. Api pun padamlah. 

Dengan suatu mantera We Nyili Timo menjadikan air naik kembali. Batara Guru berenang kepadanya, lalu duduk disampingnya. Kembali ia tak kelihatan pula, akan tetapi oleh mantera Batara Guru ia turun lagi seluruhnya dalam busana putih, rambutnya pun putih. 

Sang manurung bungkam keheran-heranan, akan tetapi dia ucapkan jua suatu mantera, sehingga wajah sang puteri berubah, kini bersinar penuh kecantikan, duduk disampingnya. Dengan suatu mantera yang baru We Nyili Timo mengubah dirinya menjadi seorang anak kecil. Batara Guru dari pihaknya membuka ikat rambutnya dan mengucapkan suatu mantera; We Nyili Timo pun menjadi cantik kembali.

Nama Keturah Juga Bermakna “Air”, ini Jejaknya Dalam Bahasa Jawa Kuno, Bahasa Tae’, dan Bahasa Welsh

Dalam tulisan sebelumnya “Asal Usul Kata “Air” dalam Pusaran Polemik Sarah dan Hajar” saya telah mengulas bahwa nama kedua istri Nabi Ibrahim, Sarah dan Hajar, terbukti merupakan asal usul kata ‘air’ dalam beberapa bahasa.

Dalam bahasa Sanskerta, ‘sara / saras’ berarti air. Di sisi lain, RigVeda 6.61, 7.95, dan 7.96 mencatat bahwa nama sungai Sarasvathi berasal dari akar kata ‘ Sarah ‘.

Hal ini dapat pula kita temui Jejaknya pada beberapa bahasa daerah di Indonesia yang, menyebut air terjun sebagai ‘sarassa’, seperti bahasa daerah di Sumatera dan Sulawesi. Nama air terjun di gunung latimojong misalnya, disebut ‘Sarassa’. Ini nama yang sangat kuno.

Sementara itu, dalam bahasa Assam dan beberapa bahasa daerah yang digunakan di wilayah indo cina hingga ke wilayah bangladesh, ditemukan kata ‘ayar / hayar’ (ajar / hajar) yang berarti air. Kamus Besar Bahasa Indonesia pun mencatat bahwa ayar adalah bentuk kuno (archaic) dari kata air.

Sumber Literatur Mengenai Keturah

Dalam banyak literatur, kita ketahui, nama Keturah juga disebutkan sebagai nama istri Nabi Ibrahim. Untuk hal ini, beberapa komentator Yahudi abad pertengahan, seperti Rashi misalnya,  mengikuti gagasan lama dari para rabi dan kepercayaan tradisional yang berkembang dalam banyak tradisi bahwa Keturah adalah orang yang sama dengan Hajar.

Keturah disebutkan dalam dua bagian dari Alkitab Ibrani: dalam Kitab Kejadian, dan juga dalam Buku Pertama Tawarikh. Selain itu, ia juga disebutkan dalam Antiquities of the Jewish oleh sejarawan Romawi-Yahudi abad ke-1 Josephus.

Louis Feldman dalam buku Josephus’s Interpretation of the Bible (1998) mengatakan, “Josephus mencatat bukti bahwa polymath non-Yahudi yang produktif, Alexander Polyhistor, ada mengutip sejarawan Cleodemus Malchus, yang menyatakan bahwa dua putra Abraham dari Keturah bergabung dengan kampanye Heracles di Afrika. Nama Heracles adalah bentuk lain nama Hercules, pahlawan terbesar dalam mitologi Yunani. (sumber di sini)

Dalam tulisan saya sebelumnya “Temuan Jejak Migrasi Nabi Ibrahim 4200-an Tahun Lalu” juga telah saya bahas nama lain Keturah, yaitu Arikhidima, istri dari Bangla Raja, leluhur orang Dimasa yang merupakan komunitas paling kuno di wilayah Benggala, mereka menghuni wilayah Assam dan Nagaland.

Nama ‘Bangla’ saya identifikasi merupakan bentuk anagram dari nama Abram / Avram (bentuk Ibrani dari nama Abraham atau Ibrahim).

Pemecahan bentuk anagramnya sebagai berikut:

  • Ba dibaca terbalik menjadi Ab-
  • la dibaca -ra (perubahan fonetis dental; l dan r)
  • ng dibaca -m. Morfologi seperti ini bisa kita temukan seperti pada kata wamsa (dalam prasasti-prasasti berbahasa sanskrit) yang merujuk pada kata bangsa.

Kuat dugaan saya nama negara Bangladesh berasal dari nama “Bangla”. Ini tentunya menjadi penguatan buat hipotesis saya sebelumnya bahwa wilayah Benggala adalah wilayah di mana Nabi Ibrahim pernah bermukim sekian lama.

Jadi, ketika Allah memerintahkan Ibrahim hijrah (migrasi) menghindari bencana kekeringan yang luar biasa pada saat itu, ke wilayah Benggala inilah nabi Ibrahim bermigrasi. Perintah Allah tersebut terekam dalam Al Quran surat Al Ankabut ayat 26: …Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku; sungguh, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” 

Misteri di balik “Hajar Aswad, Maqam Ibrahim, dan Hijr Ismail” di Ka’bah

Konfigurasi tata letak Ka’bah

Sesungguhnya, garis besar kesejarahan umat manusia telah disimbolisasi nabi Ibrahim dan nabi Ismail pada konfigurasi tata letak Ka’bah.

Mereka meletakkan posisi hajar aswad dan garis awal tawaf di sisi timur laut, maqam Ibrahim di sisi utara, dan hijr Ismail di sisi barat ka’bah – tidaklah tanpa ada maksud tertentu. Tentu saja semua itu ada maksud dan tujuannya.

Hanya saja memang, mengungkap makna filosofis di balik kesemua susunan itu menuntut kreatifitas penalaran, terutama karena kesemua hal yang tersusun itu merupakan bentuk-bentuk simbolik/ perumpamaan.

Hajar Aswad dan titik awal tawaf di sisi Timur Laut Ka’bah

Seperti yg telah saya ulas dalam tulisan “Rahasia Kuno yg Terpendam di Gunung Latimojong” – peletakan hajar aswad dan titik awal tawaf di sisi timur laut Ka’bah merepresentasi “sisi timur laut” sebagai titik awal segala sesuatu dalam peradaban umat manusia.

Maqam Ibrahim di sisi Utara Ka’bah

Sementara itu dalam tulisan “Fakta yang Menguatkan Dugaan Dewa Brahma Sebagai Personifikasi Nabi Ibrahim” – saya membahas bahwa sisi utara Ka’bah tempat Maqam Ibrahim berada, merepresentasi bahwa di “utara” merupakan tempat di mana Ibrahim pernah memijakkan kakinya.

Untuk mengetahui di mana wilayah utara yang dimaksud, diperlukan peninjauannya menggunakan konsep interpretasi “posisi jarum jam sebagai penentu arah mata angin”. Dengan metode ini, arah utara yg maksud merujuk pada wilayah benggala yang tepat berada di garis bujur 90 derajat.

Mengenai jejak Nabi Ibrahim di wilayah benggala (bangladesh) telah banyak saya bahas dalam tulisan-tulisan sebelumnya. Link tulisan tersebut saya rangkum dalam artikel ini “Fakta yang Menguatkan Dugaan Dewa Brahma Sebagai Personifikasi Nabi Ibrahim“.