Menelusuri Jejak Bahasa Adam di Austronesia [part 2]

Lorenzo Hervas y Panduro (seorang Yesuit Spanyol dan filolog terkenal, hidup antara tahun 1735-1809). Pada tahun 1784, L. Hervas menerbitkan buku berjudul “Catalogo de las lenguas de las naciones conocidas, y numeracion division y clase de estas segun la diversidad de sus idiomas y dialectos” (Katalog bahasa dari negara yang dikenal, dengan pembagian kelas dan penomoran sesuai dengan keragaman bahasa dan dialeknya). Pada  volume II buku ini, ia membahas bahasa pulau-pulau di Samudra Hindia dan Pasifik – dan menjadi momentum lahirnya istilah rumpun bahasa Melayu dan Polynesia. 

Menurut Slamet Muljana (1964) L. Hervas mengumpulkan berbagai bahasa yang diketahuinya dari sudut dunia untuk dibanding satu sama lain. Usaha ini dilakukan sebelum para sarjana Eropa mulai dengan perbandingan bahasa, yang sekarang terkenal dengan nama perbandingan bahasa Indo-Jerman; kemudian nama Indo-Jerman itu diubah menjadi Indo-Eropa. (Slamet Muljana,  1964; 2017)

Johann Reinhold Forster (seorang pendeta dan naturalis, hidup antara tahun 1729-1798). Paling dikenal sebagai naturalis di dalam pelayaran Pasifik kedua James Cook, di mana ia ditemani oleh putranya, George Forster. Ekspedisi-ekspedisi ini mempromosikan karier Johann Reinhold Forster dan temuan-temuan itu menjadi pijakan profesionalisme kolonial dan membantu menyiapkan panggung bagi pengembangan antropologi dan etnologi di masa depan. 

Pada tahun 1776 John Reinhold Foster menulis dalam karangannya Voyage Round the World bahwa kesamaan bentuk kata antara bahasa Polinesia dan bahasa Melayu berasal dari bahasa yang lebih tua daripada kedua golongan bahasa tersebut. Bahasa yang lebih tua itu biasa disebut dengan nama bahasa Melayu-Polinesia Purba. Menurut pendapatnya bahasa tersebut digunakan oleh penduduk di Kepulauan Hindia atau kepulauan sebelah utara yang berdekatan dengan Benua Asia.

Dalam catatan James Cook maupun George Forster (dalam pelayaran mereka ke pasifik) tertulis kata “Tanna.” Dalam catatannya, George Forster menulis; “They also told us, that they call their own island ‘Tanna’ a word signifies ‘earth’ in the Malay language” ( Mereka juga mengatakan kepada kami, bahwa mereka menyebut pulau mereka “Tanna” sebuah kata yang menandakan “bumi” dalam bahasa Melayu). (George Forster. voyage round the world. Vol. 2.  1777: 267)

 Dalam buku The Resolution Journal of Johann Reinhold Forster, 1772–1775, Volume 4, Michael E. Hoare mengomentari kata “tanna” sebagai berikut:  …it is in fact the word for ground in the Weasisi dialect. An alternatif, Ipari or Ipare, which has been suggested from time to time as the true native name, signifies merely inland. (… itu sebenarnya adalah kata dasar dalam dialek Weasisi. Alternatifnya, Ipari atau Ipare, yang telah disarankan dari waktu ke waktu sebagai sebutan asli/lokal, untuk menyatakan pedalaman)

Hal yang menarik dari catatan-catatan di atas terkait kata “tanna” adalah pada komentar Michael E. Hoare yang mengatakan “Ipari” atau “Ipare” yang menurutnya menandakan “pedalaman”.

Author: fadlybahari

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Leave a comment