Memenuhi Panggilan Takdir Dalam Tahun-tahun yang Dinubuatkan

Tidak terasa sudah 2 tahun lebih saya di pulau Jawa. Awalnya, di bulan november 2019 saya berkunjung ke Kampung Inggris di Pare, Kediri, niat kost beberapa bulan untuk improve bahasa Inggris saya. Tapi takdir berkata lain. Dari Kediri, Allah kemudian perjalankan saya ke Yogyakarta. 

Dalam 2 tahun di pulau Jawa ini (di rentang usia 42 – 43 tahun), bisa dikatakan saya mengalami sangat banyak pencerahan spiritual. 

Di sini, untuk pertama kali saya bisa melihat ke belakang hingga jauh ke masa kecil dan mengerti makna esensi di balik beberapa “kejadian khusus” yang saya alami di masa-masa itu.

Ketika di masa kecil saya sering mendengar suara dari dalam batin yang mengatakan “saya adalah seorang anak yang spesial” terutama ketika saya tengah sedih atau dalam kesulitan, saat mulai beranjak dewasa, saya memaknai itu sebagai hal lumrah yang ada di setiap benak anak kecil. 

Sementara keajaiban-keajaiban yang seringkali saya alami, bahkan tetap hadir di usia dewasa, saya anggap sebagai hal yang setiap orang bisa juga alami. Tapi, semua anggapan itu berubah setelah saya di sini (di kost saya yang sekarang). 

Secara holistik, sangat jelas saya melihat bahwa keberadaan saya di sini, di pulau Jawa dan terutama di kost saya sekarang ini, adalah hal yang sudah digariskan Allah (pasti) akan saya jalani.

Demikianlah, saya diperjalankan menuju “pos persinggahan” (kost saya sekarang ini), yang belakangan baru saya sadari, tampaknya, telah ada diisyaratkan dalam nubuat. Hal ini telah saya ulas dalam artikel: Ma Wara an-Nahr “Tempat di Belakang Sungai”: Disebut dalam Hadist dan Uga Siliwangi

Di sini saya menjalani kehidupan baru. Memenuhi panggilan takdir dalam tahun-tahun atau zaman yang telah dinubuatkan.

Dalam Jangka Jayabaya, “zaman yang dinubuatkan” itu diisyaratkan dalam bentuk ungkapan: Ketika pasar kehilangan suara (maksudnya: online shop), Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.

Jadi, ketika saya mengatakan “karena takdir telah ditentukan maka, ketakutan menjadi hal yang tidak menguntungkan!” sebenarnya, itu adalah cerminan dari apa yang saya lihat tengah berlangsung pada diri saya.

Kenyataan ini menguatkan keyakinan saya terhadap bunyi ayat yang mengatakan bahwa bahkan takdir selembar daun pun  telah ditentukan kapan dan di mana jatuhnya. Intinya, segala hal telah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)

QS Al-An’am 59 : “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).”

Hal ini juga senada dengan pernyataan saya bahwa: “Setiap manusia yang terlahir ke dunia memiliki perannya masing-masing. Sebuah peran tetaplah sebuah peran. Pada akhirnya, tidak ada peran baik atau peran buruk. Yang ada hanya peran. Dan karena itu biarlah Allah yang memberi penilaian, seberapa baik kita menjalani peran itu.